CREATIVE CITY

Next Generation !

12/15/20236 min read

Kota sebagai tempat yang strategis dan ideal untuk menciptakan interaksi dan menghasilkan ide-ide yang memperkuat inovasi berbasis pengetahuan (Bradfort dalam Girard, 2004). Kota kreatif adalah salah satu strategi baru dalam perencanaan kota dimana orang-orang dapat berpikir, merencanakan, dan bertindak secara kreatif di dalam kota (Landry, 2006). Landry dan Franco Bianchini menulis buku ‘The Creative City’ mengatakan, gagasan mengenai Kota Kreatif dilatarbelakangi adanya permasalahan kota pada era globalisasi ekonomi. Kota tidak bisa hanya mengandalkan insentif ekonomi dari pusat, tetapi kota harus mampu menghasilkan pendapatan sendiri berdasarkan kreativitas dari dalam kota itu sendiri. Salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan kota dalam era globalisasi adalah dengan cara membuat kota menjadi lebih atraktif. Untuk mendorong pengembangan kota kreatif diperlukan peran pemerintah untuk mengakomodasi dalam kebijakan publik. 

Kota kreatif juga menyoroti pentingnya potensi sumber daya manusia, karena jantung kota kreatif adalah orang-orang kreatif (Deffner, 2011). Kota kreatif adalah kota yang masyarakatnya mengartikulasikan kehidupan sehari-hari mereka melalui ide-ide kreatif. Dalam bukunya “The Rise of Creative Class”, Richard Florida mengatakan, yang harus dikembangkan dari kota-kota kreatif bukan sekedar iklim bisnisnya namun juga “iklim orang-orangnya”. Artinya kota kreatif adalah kota dimana di dalamnya dibangun atau tidak sengaja terbangun berbagai infrastruktur, fasilitas, ruang, lingkungan, dan atmosfer yang mendukung iklim kreatif dari warganya.

Menilik lebih jauh kebelakang, Kota kreatif pertama kali disebutkan sebagai sebuah konsep dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Dewan Australia, Kota Melbourne, Kementerian Perencanaan dan Lingkungan Hidup (Victoria) dan Kementerian Seni (Victoria) pada bulan September 1988. Fokusnya adalah untuk mengeksplorasi bagaimana kepedulian seni dan budaya dapat diintegrasikan dengan lebih baik ke dalam proses perencanaan pembangunan kota.

Berdasarkan sekelumit referensi, teori diatas, lantas apa alasannya jika kota Balikpapan tidak boleh diarahkan menjadi salah satu kota kreatif di dunia ? terlebih Balikpapan punya segala potensi untuk menjadikannya sebagai salah satu kota kreatif yang dapat berjejaring di kancah global. Tentu tidak mudah, tapi tidaklah sulit pula, apalagi bila sejak awal berdirinya kota tersebut sudah memiliki DNA yang kuat (sebagai kota kreatif), bertumbuh secara organik, dan didorong dengan kebijakan publik yang berpihak untuk mengakselerasi pengembangan kota tersebut.

Bercerita sedikit kebelakang mengenai Kondisi KALTIM (akhir 2015-awal 2016) yang menjadi sorotan awak media untuk merilis banyaknya pengangguran, lesu nya perekonomian KALTIM (pertumbuhan minus) dan timbulnya gelombang kepala rumah tangga yang mulai memikirkan bagaimana caranya untuk melanjutkan kehidupan sehari-hari karena imbas terkena PHK dari maraknya PHK besar-besaran terutama dari sektor tambang dan perusahaan pendukung usaha tambang.

Akhir 2015 awal 2016 adalah potret, wajah suatu daerah yang hanya mengandalkan Natural Resources sebagai motor penggerak ekonomi nya. Sebagai Dosen dan Civil Society Activist, saat itu saya merasa dapat panggilan moril, untuk tidak abai, mendiamkan begitu saja hal tersebut. Hemat saya, perubahan dari Cara Berfikir lah yang harus mulai disuarakan. Ada quote menarik dari Stephen Covey "Kalau anda menginginkan perubahan kecil dalam hidup ubahlah perilaku anda. Tetapi bila anda menginginkan perubahan yang besar dan mendasar ubahlah polapikir anda." Menurut saya Quote ini sangat tepat untuk menanggapi atas apa yang terjadi, dan suara Perubahan Mindset haruslah dimulai.

Menggunakan Komunitas Kreatif yang saya bentuk, dengan bergerak semampunya dan seperlunya, Suara Perubahan Mindset terus menjadi percakapan sejak tahun 2014. Komunitas tersebut sengaja dibentuk sebagai upaya menghimpun teman-teman yang sepemikiran, sekaligus menjadikannya sebagai kendaraan agar dapat lebih leluasa untuk terjun langsung ke masyarakat luas, menyuarakan pentingnya menggerakan ekonomi kota melalui sumber daya yang selalu terbarukan (Ekonomi Kreatif).

Beberapa Inisiatif sederhana dijalankan. Mulai dengan membuat program di radio edisi mingguan untuk kemudian diposting ke media sosial. Hadir diruang-ruang publik mendekati warga untuk berdialog sambil memberikan hiburan musik, dan menghadirkan sosok menginspirasi di bidang usaha kreatif. Mengadakan kompetisi Olahraga Tradisional, sampai mengundang media cetak untuk merilis kegiatan. Semua dilakukan agar dapat memperkuat sebaran pesan Perubahan Mindset, mengajak masyarakat untuk menyadari pentingnya berfikir menjadikan warga adalah subjek bagi pembangunan kota, dimana kota harus perlahan-lahan mempersiapkan diri untuk tidak terus-menerus hanya mengandalkan Natural Resources sebagai 'harta' satu-satunya yang dapat menyejahterakan masyarakat.

Ikhtiar Perubahan Mindset lainnya saya lakukan melalui fungsi dan tugas saya sebagai Dosen di lingkungan akademik (kampus). kelas-kelas perkuliahan menjadi ruang untuk memberikan awareness pentingnya memiliki kemandirian ekonomi yang bersumber dari gagasan, ide kepada setiap mahasiswa/i. Mereka (Mahasiswa/i) memang disiapkan untuk bersaing memasuki dunia kerja, tapi ada baiknya mereka juga dibekali cara fikir bagaimana dapat mandiri membuka usaha yang tidak merusak lingkungan, sebuah industri yang mengedepankan daya cipta manusia sebagai modal utamanya, modal yang tidak akan pernah habis bila dibandingkan dengan industri ekstraktif minyak bumi dan tambang.

Tidak bermaksud menolak industri ekstraktif yang telah berjalan, (atau yang sering di istilahkan hilirisasi belakangan ini), Suara Perubahan hanya bermaksud menawarkan pola pikir, dan tindakan preventif apabila industri yang mengandalkan hasil eksplorasi alam telah habis maka ekonomi di daerah kita tetap berjalan, tidak lantas ikut mengalami kemunduran.

Februari 2016, menyambut ulang tahun Balikpapan ke 119 juga saya gunakan untuk menyampaikan Suara Perubahan dengan menulis artikel yang dimuat koran terbesar di kaltim. Rasa-rasanya muatan artikel tersebut masih relevan untuk di diskusikan hari ini dan kedepannya.

Awareness Kota Kreatif / Ekonomi Kreatif dikalangan Akademik, dan Civil Society terus bergulir. Namun ada satu yang belum tersentuh menyeluruh dari pergerekan Suara Perubahan ini, tidak lain adalah Pemerintah Kota. Saya percaya pergerakan perubahan mindset atau kesadaran pentingnya melihat masyarakat bukanlah objek bagi kemajuan kota akan lebih cepat terwujud bila pemegang wewenang, pembuat regulasi juga dapat terlibat aktif, dan memiliki dasar pemikiran yang sama.

Bersyukur Walikota memberi ruang perubahan dan mendukung, sehingga Diksi Ekonomi Kreatif, Kota Kreatif, istilah-istilah kolaborasi Pentahelix untuk pengembangan Ekonomi Kreatif semakin masif dan terus menjadi perbincangan di jajaran OPD terkait. Untuk lebih meyakinkan dan mendukung Pemerintahan Kota, saya mencoba untuk menjawab setiap pertanyaan yang ada dalam 'Borang Pemeringkatan Kota Kreatif' dari BEKRAF RI (cerita panjangnya telah saya singgung di artikel PENTAHELIX) untuk menilai sejauh mana potensi kota Balikpapan dapat diusung menjadi salah satu kota kreatif di Indonesia. Banyak pertanyaan yang bisa saya jawab, tapi banyak juga pertanyaan yang belum dapat dijawab, meskipun sudah dibantu KABID DISPERINDAKOP saat itu untuk mengisinya.

Selesai mengisi 'Borang Pemeringkatan Kota Kreatif' saya bersama KABID DISPERINDAKOP diminta mewakili kota untuk memaparkan isian-isian pertanyaan atas dasar undangan dari BEKRAF RI di Jakarta.

Singkat cerita, Balikpapan dinilai cukup baik, ada potensi untuk kemudian ditindaklanjuti ke tahapan selanjutnya. Inilah awal dan dasar yang cukup buat saya untuk meyakinkan kembali Kapala Daerah bahwa Balikpapan sejatinya perlu membentuk wadah sebagai tempat berkolaborasinya ABCGM, agar kemudahan dan respon cepat di dapat ketika kota diminta menjawab tiap permasalahan, dan kekurangan yang belum dimiliki dalam mendukung pengembangan Kota Kreatif. 

Atas arahan Walikota, denyut pengembangan Ekonomi Kreatif di level Pemerintah Kota kian terasa. Bappeda Litbang, Tiap OPD terkait terus bergerak cepat, meskipun pada prakteknya tidak mudah juga melakukan singkronisasi kebijakan lintas kedinasan. Pemetaan Potensi dan kekuatan kota, Inventarisir kekurangan, dan peluang terus dijalankan. Hingga akhirnya di tahun 2017 Sindo Government Award memberikan apresiasi kepada Walikota Balikpapan sebagai Kepala Daerah yang mengambil terobosan ekonomi di bidang Ekonomi Kreatif ditengah lesu nya perekonomian KALTIM yang masih sangat kuat bertumpu pada sektor MIGAS dan Tambang.

Menyusul kemudian, di tahun 2019 Badan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, menempatkan Kota Balikpapan sebagai satu dari 10 kota Kreatif di Indonesia.

Sampai disini (Balikpapan dinobatkan sebagai salah satu kota kreatif Indonesia) rasa-rasanya 'Hibah Intelektual' untuk kota kelahiran ini sudah cukup. Karena saya berkeyakinan akan banyak orang-orang hebat yang dapat melanjutkan, terlebih Kepala Daerah terpilih nantinya, pasti akan punya banyak terobosan-terobosan cemerlang untuk membuat kota nyaman ini semakin hebat lagi kedepannya. Sebenarnya saya sendiri dari awal telah menolak tawaran menjadi ketua dari Komite Ekonomi Kreatif Pemerintah Kota Balikpapan, namun barangkali ini cara 'alam' memberi tantangannya, apakah ketika hadir ditengah-tengah masyarakat kita hanya mampu menjadi komentator dan sekedar jadi penonton, atau sebaliknya.